Selasa, 05 Mei 2015
Pengertian Terapi
Keluarga
Menurut
Kartini Kartono dan Gulo (1987) dalam Kamus Psikologi, Family Therapy (terapi keluarga) adalah suatu bentuk terapi
kelompok dimana masalah pokoknya adalah hubungan antara pasien dengan anggota
keluarganya, oleh sebab itu seluruh anggota keluarga dilibatkan dalam usaha
penyembuhan. Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan mengubah pola
interaksi keluarga sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga
(Somaryato & Astutik, 2013). Sedangkan menurut Roberts & Greene, 2008)
terapi keluarga adalah bentuk terapi relasi (a relationship form of therapy) dan terapi ini sering dipraktikkan
dalam suatu kerangka system, model-model keluarga memandang masalah-masalah
individual dalam kaitan dengan orang lain dalam keluarga dan bekerja dengan
anggota-anggota keluarga untuk mengubah pola-pola keluarga yang disfungsional.
Berdasarkan
pendapat diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi keluarga adalah
suatu bentuk terapi dimana masalah pokoknya adalah hubungan antara pasien
dengan anggota keluarganya yang bertujuan untuk mengubah pola-pola keluarga
yang disfungsional sehingga bisa membenahi masalah-masalah dalam keluarga.
Cara melalukan Terapi Keluarga
:
1.Pemeragaan : Memperagakan ketika masalah
itu muncul. Misalnya ayah dan anaknya sehingga mereka saling diam bertengkar,
maka terapis membujuk mereka untuk berbicara setelah itu terapis memberikan
saran-sarannya dan bisa disebut dengan psikodrama. Komunikasi dalam keluarga
paling penting.
2. Homework
:
Mengumpulkan seluruh anggota keluarga agar saling berkomunikasi diantaranya
3. Family
Sculpting : Cara untuk mendekatkan diri dengan anggota
keluarga yang lain dengan cara nonverbal
4. Genograms
:
Sebuah cara yang bermanfaat untuk mengumpulkan dan mengorganisasi informasi
tentang keluarga. Genogram adalah sebuah diagram tersetuktur dari system
hubungan tiga generasi keluarga. Diagram ini sebagai roadmap dari system
hubungan keluarga. Hal ini berarti memahami masalah dalam bentuk grafik.
Manfaat Terapi Keluarga
1.Memperbaiki hubungan interpersonal
pasien dengan tiap anggota keluarga
2. Memperbaiki fungsi dan struktur keluarga
sehingga peran masing-masing anggota lebih baik
3. Keluarga mampu meningkatkan
pengertiannya terhadap pasien sehingga lebih dapat menerima dan lebih
menghargai pasien
Kasus-Kasus yang
diselesaikan dalam Terapi Keluarga
1. Krisis keluarga yang mempengaruhi
seluruh anggota keluarga
2. Ketidakharmonisan seksual perkawinan
3. Konflik keluarga dalam hal norma atau
keturunan
Cari dan Rangkum Satu
Contoh yang Menggambarkan Terapi Keluarga
Anna
Thompson adalah seorang anak Amerika-Afrika berusia 10 tahun. Ana mendatangi
dokter karena diminta oleh ibunya, Mrs. Thompson, yang memergoki Anna sedang
melukai pergelangan tangannya dengan pisau. Dokter mengatakan bahwa Anna tidak
mengalami luka serius dan merekomendasikannya pergi ke psikiatri rumah sakit
untuk mendapat evaluasi. Mendapati anaknya mengalami gangguan perasaan, yakni
depresi, Mrs. Thompson menyetujui untuk mengikuti tritmen jangka pendek. Hari
berikutnya psikiatris melakukan proses wawancara dengan Anna mengenai gangguan
perasaannya.
Pada
awalnya, Anna ragu-ragu untuk bercerita dan merasa marah kepada ibunya karena
memintanya untuk melakukan ini. Anna bercerita bahwa ia baru saja pindah ke
sekolah baru mengikuti ibunya yang bercerai. Di sekolah baru, Anna merasa bahwa
ia tidak disukai temannya. Ia kecewa adanya diskriminasi sehingga ia hanya
dapat membangun hubungan baik dengan sedikit teman. Teman-teman menghina
dirinya karena ia memiliki tubuh yang gendut. Di sekolah, ia selalu makan siang
sendirian.
Selama
13 bulan terakhir Anna mengalami masa sulit. Orang tuanya berkonflik hingga
akhirnya bercerai. Ibunya kemudian membawanya pindah, memisahkan dirinya dengan
ayah dan adik laki-lakinya yang berusia 6 tahun. Peristiwa ini membuatnya
trauma karena Anna sangat dekat dengan ayah dan adiknya namun sekarang ia tidak
diperbolehkan untuk menghubungi mereka. Anna mengeluh bahwa ia merasa kesepian
karena ibunya terlalu sibuk bekerja dan di sekolah ia tidak punya teman.
Saat
Anna melukai dirinya, Anna bercerita kepada psikiatris bahwa ia sedang merasa
sedih dan bertanya-tanya bagaimana jika ia berniat untuk bunuh diri. Ia
membayangkan bagaimana perasaan keluarganya dan siapa saja yang akan mendatangi
pemakamannya. Anna mengatakan bahwa ia tidak optimis dengan masa depannya dan
menganggap bahwa bunuh diri adalah pilihan terbaik. Akhirnya ia mengambil pisau
dan membuat goresan kecil, kemudian ibunya masuk ke kamarnya. Melihat
pergelangan tangannya berdarah, ibunya berteriak ketakutan. Anna langsung
dibawa ke unit darurat.
Psikiatris
bertanya apakah Anna mempunyai niatan untuk melukai dirinya kembali, Anna
menjawab tidak. Anna menjelaskan bahwa dirinya tidak mau bunuh diri. Anna
berjanji bahwa ia tidak akan melukai dirinya dan akan bercerita kepada
psikiatris jika ada pikiran untuk bunuh diri atau perilaku impulsif lainnya.
Psikiatris kemudian memberi Anna obat sedative ringan.
Psikiatris
mewawancarai ibu Anna, Mrs. Thompson. Mrs. Thompson mengatakan bahwa ia dan
suaminya memiliki banyak perselisihan, khususnya mengenai kebiasaan minum
alkohol dan status sosial ekonomi suaminya. Mrs. Thompson pernah memergogi
suaminya sedang tidur di sebelah Anna di kamar Anna. Mrs. Thompson mencurigai
bahwa Anna telah menjadi korban penganiayaan seksual oleh ayahnya. Namun Anna
menolak, ia mengatakan bahwa ia dan ayahnya tidak melakukan hal tersebut.
Akibatnya, Mrs. Thompson merasa bahwa ia harus membawa Anna pergi. Mrs.
Thompson juga memisahkan Anna dengan adiknya karena merasa bahwa adiknya tidak
pernah patuh. Mrs. Thompson memiliki hubungan yang kurang dekat dengan adik
Anna.
Mrs.
Thompson mengakui bahwa dirinya terlalu sibuk bekerja di kantor dan tidak
memberikan perhatian yang cukup pada Anna.. Anna sudah tidak masuk sekolah 2
minggu dan gagal dalam menjalin hubungan pertemanan. Mrs. Thompson tahu bahwa
Anna memiliki masalah dengan berat badannya, Anna merasa malu dan frustasi.
Mrs. Thompson mengatakan bahwa dirinya sangat shock saat menemukan Anna melukai
dirinya. Kemungkinan bunuh diri tidak pernah terpikirkan oleh Mrs. Thompson.
DAFTAR PUSTAKA
Somaryati & Astutik, Sri (2013).
Family Therapy Dalam Menangani Pola Asuh Orang Tua Yang Salah Pada Anak Slow
Learner. Jurnal Bimbingan dan Konseling
Islam. Vol 03, No 01 (17-35)
http://afiantika.blogspot.com/2014_05_01_archive.html
Roberts, A. R., & Greene, G. J.
(2008). Buku Pintar Pekerja Sosial.
Jakarta:Gunung Mulia
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)



